TEMPO.CO, Jakarta - Juru Kampanye Forest Watch Indonesia (FWI) Agung Ady Setyawan menyatakan banjir di wilayah Ibu Kota Nusantara atau IKN tidak semata-mata terjadi karena hujan lebat. Menurut dia, ada faktor lain yang datang dari dampak pembangunan IKN.
Agung menyebut sebagian besar daerah aliran sungai (DAS) Riko Manggar masuk wilayah IKN. Luasnya sekitar 220 ribu hektare dan pada sebagian wilayahnya ada perizinan industri ekstraktif. Industri tersebut mengolah bahan baku sawit maupun produk hasil hutan tanaman industri (HTI).
"Bisa kita lihat juga mereka tentu melakukan deforestasi dalam awal melaksanakan kegiatan usahanya," kata Agung dalam diskusi bertajuk Membaca Makna Banjir Sepaku dan IKN yang disiarkan langsung di YouTube TV Desa pada Rabu, 22 Maret 2023.
Dalam catatan FWI selama lima tahun terakhir, kata Agung, setidaknya ada 18 ribu hektare hutan yang rusak. Dari analisis FWI, banjir yang terjadi di wilayah IKN pun berkaitan dengan pembangunan yang terjadi. Sebab dalam catatan FWI, ssjak pertengahan Septemb hingga Desember 2022, ada sekitar 14 ribu hektar hutan yang dibabat.
"Itu tentu cukup memperparah. Karena kalau cuma curah hujan tinggi, selagi masih banyak hutan, air akan terserap dan tidak langsung bikin banjir di hilir," ujar Agung.
Agung menjelaskan, sebetulnya ada sejumlah faktor pemicu masalah banjir yang harus diselesaikan. Namun sayangnya, sejak awal pembangunan IKN dicanangkan, pemerintah tidak banyak melibatkan partisipasi masyarakat.
Masyarakat yang dimaksud Agung adalah masyarakat secara luas, dan juga masyarakat yang bakal terdampak langsung pembangunan IKN. "Padahal, lagi-lagi yang kena dampaknya adalah masyarakat di sana," ujar Agung.
Sebelumnya, banjir melanda Kelurahan Sepaku, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Utara, Kalimantan Timur pada Jumat pekan lalu, 17 Maret 2023.
Sekretaris Otorita IKN, Achmad Jaka Santos Adiwijaya, menyatakan banjir disebabkan hujan di bagian hulu. Selain itu, banjir sebagai akibat fungsi gorong-gorong yang tidak optimal, sehingga aliran permukaan meningkat.
Selanjutnya: ”Lalu ada faktor erosi, sedimentasi, ..."